Jombang(Pinmas)—Pondok pesantren tengah
menghadapi krisis ulama dan krisis santri. Menteri Agama Suryadharma Ali
pun meminta semua kalangan mendukung transformasi pendidikan pesantren
agar tak kalah bersaing dengan lembaga pendidikan umum.
“Tantangan bagi pondok pesantren adalah menurunnya jumlah ulama yang menguasai kitab kuning 5-20 tahun mendatang,” terang Menag saat menghadiri Silaturahim Nasional Alumni Ponpes Bahrul Ulum, Tambakberas, Jombang, Jawa Timur, Sabtu (23/6).
Penguasaan kitab kuning, kata Menag, menjadi kunci utama pembelajaran di pondok pesantren. Di sisi lain, minat santri kian hari menurun. Lantaran persepsi umum masih menunjukkan kiprah alumni pondok pesantren erat dengan kaum sarungan atau ahli doa.
“Padahal kini pondok pesantren telah melahirkan para alumni berkualitas di segala sektor dengan kemampuan komunikasi sosialnya,“ungkap Menag.
Menag yang mengaku alumni ponpes ini juga menilai model pendidikan di Bahrul Ulum patut ditiru dan dicontoh lembaga pendidikan lainnya. Lantaran menganut ideologi ahlussunah wal jamaah berdasarkan hadist dan Alquran sehingga tampil moderat di tengah kebutuhan pendidikan alternatif. “Perkembangan pesantren mengalami lompatan karena sudah diatur pula dalam kurikulum nasional melalui PP Nomor 55/2007,“imbuh Menag.
Kondisi tadi nyatanya menghasilkan keilmuan yang tak berorientasi secara ukhrawi saja, tapi juga dilengkapi bekal ilmu dunia. Transformasi pesantren tadi, sebut Menag, bisa mengintegrasikan ilmuwan dan cendikiawan sekaligus dari bibit pemikiran santri.
“Prosesnya harus memelihara ciri khas ponpes aswaja berdasarkan Alquran dan hadist. Serta mempergunakan jejaring alumni memecahkan persoalan keagamaan,” ujar Suryadharna.
Harapan itu berbanding lurus dengan tantangan yang harus dihadapi di luar lingkungan pesantren. Seperti penilaian ajaran Islam yang kasar dan ekstrim. Peran pesantren dianggap bisa menghalau gerakan aliran sesat yang mengancam aswaja. “Peran dan kontribusi pesantren selalu terdepan aktif menyebarkan dakwah Islamiyah, sekaligus pusat kerukunan umat “ujar Menag.
Lebih dari 30 ribu ponpes di Indonesia diharapkan mampu menjadi alternatif ideal sistem pendidikan nasional bidang ilmu pengetahuan teknologi dan keimanan serta ketakwaan secara komprehensif. “Yang utama, Kemenag akan merumuskan program dan biaya bagi ulama masa depan terlebih dulu,“jelasnya.
Ketum Yayasan PP Bahrul Ulum M Irfan Sholeh menerangkan, mempunyai 150 kiai dan pengasuh serta 11 lembaga pendidikan formal. “Kami berterima kasih mendapat bimbingan dari Kemenag sehingga tahun ini 160 alumni diterima PTN favorit, serta 99,9 lulus Ujian Nasional,“ujar pengasuh PP Bahrul Ulum KH Hasib Wahab.
Kepercayaan dari pemerintah, jelasnya, bisa membuat dia dan para kiai lainnya berusaha mencetak lulusan handal pengabdi agama dan negara. Di usianya yang ke-187 tahun ini, PP Bahrul Ulum tercatat menghasilkan lulusan yang bergerak di berbagai lini. Diantaranya Bupati Tuban KH Fathul Huda, Ketua Komisi VIII DPR RI Ida Fauziyah dan beberapa nama lainnya. “Jadikan lembaga ini sebagai wadah silaturahim dan dakwah,“sebut Gus Hasib.
Pernyataan senada dilontarkan Ketua Umum Yayasan PP Bahrul Ulum KH Irfan Sholeh. Menurutnya, lulusan pesantren harus konsisten untuk mengedepankan kepentingan peningkatan kualitas pendidikan agama. Pasalnya, karakter bangsa salah satunya dicetak mulai dari pendidikan pesantren.(rep/indah)
“Tantangan bagi pondok pesantren adalah menurunnya jumlah ulama yang menguasai kitab kuning 5-20 tahun mendatang,” terang Menag saat menghadiri Silaturahim Nasional Alumni Ponpes Bahrul Ulum, Tambakberas, Jombang, Jawa Timur, Sabtu (23/6).
Penguasaan kitab kuning, kata Menag, menjadi kunci utama pembelajaran di pondok pesantren. Di sisi lain, minat santri kian hari menurun. Lantaran persepsi umum masih menunjukkan kiprah alumni pondok pesantren erat dengan kaum sarungan atau ahli doa.
“Padahal kini pondok pesantren telah melahirkan para alumni berkualitas di segala sektor dengan kemampuan komunikasi sosialnya,“ungkap Menag.
Menag yang mengaku alumni ponpes ini juga menilai model pendidikan di Bahrul Ulum patut ditiru dan dicontoh lembaga pendidikan lainnya. Lantaran menganut ideologi ahlussunah wal jamaah berdasarkan hadist dan Alquran sehingga tampil moderat di tengah kebutuhan pendidikan alternatif. “Perkembangan pesantren mengalami lompatan karena sudah diatur pula dalam kurikulum nasional melalui PP Nomor 55/2007,“imbuh Menag.
Kondisi tadi nyatanya menghasilkan keilmuan yang tak berorientasi secara ukhrawi saja, tapi juga dilengkapi bekal ilmu dunia. Transformasi pesantren tadi, sebut Menag, bisa mengintegrasikan ilmuwan dan cendikiawan sekaligus dari bibit pemikiran santri.
“Prosesnya harus memelihara ciri khas ponpes aswaja berdasarkan Alquran dan hadist. Serta mempergunakan jejaring alumni memecahkan persoalan keagamaan,” ujar Suryadharna.
Harapan itu berbanding lurus dengan tantangan yang harus dihadapi di luar lingkungan pesantren. Seperti penilaian ajaran Islam yang kasar dan ekstrim. Peran pesantren dianggap bisa menghalau gerakan aliran sesat yang mengancam aswaja. “Peran dan kontribusi pesantren selalu terdepan aktif menyebarkan dakwah Islamiyah, sekaligus pusat kerukunan umat “ujar Menag.
Lebih dari 30 ribu ponpes di Indonesia diharapkan mampu menjadi alternatif ideal sistem pendidikan nasional bidang ilmu pengetahuan teknologi dan keimanan serta ketakwaan secara komprehensif. “Yang utama, Kemenag akan merumuskan program dan biaya bagi ulama masa depan terlebih dulu,“jelasnya.
Ketum Yayasan PP Bahrul Ulum M Irfan Sholeh menerangkan, mempunyai 150 kiai dan pengasuh serta 11 lembaga pendidikan formal. “Kami berterima kasih mendapat bimbingan dari Kemenag sehingga tahun ini 160 alumni diterima PTN favorit, serta 99,9 lulus Ujian Nasional,“ujar pengasuh PP Bahrul Ulum KH Hasib Wahab.
Kepercayaan dari pemerintah, jelasnya, bisa membuat dia dan para kiai lainnya berusaha mencetak lulusan handal pengabdi agama dan negara. Di usianya yang ke-187 tahun ini, PP Bahrul Ulum tercatat menghasilkan lulusan yang bergerak di berbagai lini. Diantaranya Bupati Tuban KH Fathul Huda, Ketua Komisi VIII DPR RI Ida Fauziyah dan beberapa nama lainnya. “Jadikan lembaga ini sebagai wadah silaturahim dan dakwah,“sebut Gus Hasib.
Pernyataan senada dilontarkan Ketua Umum Yayasan PP Bahrul Ulum KH Irfan Sholeh. Menurutnya, lulusan pesantren harus konsisten untuk mengedepankan kepentingan peningkatan kualitas pendidikan agama. Pasalnya, karakter bangsa salah satunya dicetak mulai dari pendidikan pesantren.(rep/indah)
Jombang(Pinmas)—Pondok pesantren tengah
menghadapi krisis ulama dan krisis santri. Menteri Agama Suryadharma Ali
pun meminta semua kalangan mendukung transformasi pendidikan pesantren
agar tak kalah bersaing dengan lembaga pendidikan umum.
“Tantangan bagi pondok pesantren adalah menurunnya jumlah ulama yang menguasai kitab kuning 5-20 tahun mendatang,” terang Menag saat menghadiri Silaturahim Nasional Alumni Ponpes Bahrul Ulum, Tambakberas, Jombang, Jawa Timur, Sabtu (23/6).
Penguasaan kitab kuning, kata Menag, menjadi kunci utama pembelajaran di pondok pesantren. Di sisi lain, minat santri kian hari menurun. Lantaran persepsi umum masih menunjukkan kiprah alumni pondok pesantren erat dengan kaum sarungan atau ahli doa.
“Padahal kini pondok pesantren telah melahirkan para alumni berkualitas di segala sektor dengan kemampuan komunikasi sosialnya,“ungkap Menag.
Menag yang mengaku alumni ponpes ini juga menilai model pendidikan di Bahrul Ulum patut ditiru dan dicontoh lembaga pendidikan lainnya. Lantaran menganut ideologi ahlussunah wal jamaah berdasarkan hadist dan Alquran sehingga tampil moderat di tengah kebutuhan pendidikan alternatif. “Perkembangan pesantren mengalami lompatan karena sudah diatur pula dalam kurikulum nasional melalui PP Nomor 55/2007,“imbuh Menag.
Kondisi tadi nyatanya menghasilkan keilmuan yang tak berorientasi secara ukhrawi saja, tapi juga dilengkapi bekal ilmu dunia. Transformasi pesantren tadi, sebut Menag, bisa mengintegrasikan ilmuwan dan cendikiawan sekaligus dari bibit pemikiran santri.
“Prosesnya harus memelihara ciri khas ponpes aswaja berdasarkan Alquran dan hadist. Serta mempergunakan jejaring alumni memecahkan persoalan keagamaan,” ujar Suryadharna.
Harapan itu berbanding lurus dengan tantangan yang harus dihadapi di luar lingkungan pesantren. Seperti penilaian ajaran Islam yang kasar dan ekstrim. Peran pesantren dianggap bisa menghalau gerakan aliran sesat yang mengancam aswaja. “Peran dan kontribusi pesantren selalu terdepan aktif menyebarkan dakwah Islamiyah, sekaligus pusat kerukunan umat “ujar Menag.
Lebih dari 30 ribu ponpes di Indonesia diharapkan mampu menjadi alternatif ideal sistem pendidikan nasional bidang ilmu pengetahuan teknologi dan keimanan serta ketakwaan secara komprehensif. “Yang utama, Kemenag akan merumuskan program dan biaya bagi ulama masa depan terlebih dulu,“jelasnya.
Ketum Yayasan PP Bahrul Ulum M Irfan Sholeh menerangkan, mempunyai 150 kiai dan pengasuh serta 11 lembaga pendidikan formal. “Kami berterima kasih mendapat bimbingan dari Kemenag sehingga tahun ini 160 alumni diterima PTN favorit, serta 99,9 lulus Ujian Nasional,“ujar pengasuh PP Bahrul Ulum KH Hasib Wahab.
Kepercayaan dari pemerintah, jelasnya, bisa membuat dia dan para kiai lainnya berusaha mencetak lulusan handal pengabdi agama dan negara. Di usianya yang ke-187 tahun ini, PP Bahrul Ulum tercatat menghasilkan lulusan yang bergerak di berbagai lini. Diantaranya Bupati Tuban KH Fathul Huda, Ketua Komisi VIII DPR RI Ida Fauziyah dan beberapa nama lainnya. “Jadikan lembaga ini sebagai wadah silaturahim dan dakwah,“sebut Gus Hasib.
Pernyataan senada dilontarkan Ketua Umum Yayasan PP Bahrul Ulum KH Irfan Sholeh. Menurutnya, lulusan pesantren harus konsisten untuk mengedepankan kepentingan peningkatan kualitas pendidikan agama. Pasalnya, karakter bangsa salah satunya dicetak mulai dari pendidikan pesantren.(rep/indah)
“Tantangan bagi pondok pesantren adalah menurunnya jumlah ulama yang menguasai kitab kuning 5-20 tahun mendatang,” terang Menag saat menghadiri Silaturahim Nasional Alumni Ponpes Bahrul Ulum, Tambakberas, Jombang, Jawa Timur, Sabtu (23/6).
Penguasaan kitab kuning, kata Menag, menjadi kunci utama pembelajaran di pondok pesantren. Di sisi lain, minat santri kian hari menurun. Lantaran persepsi umum masih menunjukkan kiprah alumni pondok pesantren erat dengan kaum sarungan atau ahli doa.
“Padahal kini pondok pesantren telah melahirkan para alumni berkualitas di segala sektor dengan kemampuan komunikasi sosialnya,“ungkap Menag.
Menag yang mengaku alumni ponpes ini juga menilai model pendidikan di Bahrul Ulum patut ditiru dan dicontoh lembaga pendidikan lainnya. Lantaran menganut ideologi ahlussunah wal jamaah berdasarkan hadist dan Alquran sehingga tampil moderat di tengah kebutuhan pendidikan alternatif. “Perkembangan pesantren mengalami lompatan karena sudah diatur pula dalam kurikulum nasional melalui PP Nomor 55/2007,“imbuh Menag.
Kondisi tadi nyatanya menghasilkan keilmuan yang tak berorientasi secara ukhrawi saja, tapi juga dilengkapi bekal ilmu dunia. Transformasi pesantren tadi, sebut Menag, bisa mengintegrasikan ilmuwan dan cendikiawan sekaligus dari bibit pemikiran santri.
“Prosesnya harus memelihara ciri khas ponpes aswaja berdasarkan Alquran dan hadist. Serta mempergunakan jejaring alumni memecahkan persoalan keagamaan,” ujar Suryadharna.
Harapan itu berbanding lurus dengan tantangan yang harus dihadapi di luar lingkungan pesantren. Seperti penilaian ajaran Islam yang kasar dan ekstrim. Peran pesantren dianggap bisa menghalau gerakan aliran sesat yang mengancam aswaja. “Peran dan kontribusi pesantren selalu terdepan aktif menyebarkan dakwah Islamiyah, sekaligus pusat kerukunan umat “ujar Menag.
Lebih dari 30 ribu ponpes di Indonesia diharapkan mampu menjadi alternatif ideal sistem pendidikan nasional bidang ilmu pengetahuan teknologi dan keimanan serta ketakwaan secara komprehensif. “Yang utama, Kemenag akan merumuskan program dan biaya bagi ulama masa depan terlebih dulu,“jelasnya.
Ketum Yayasan PP Bahrul Ulum M Irfan Sholeh menerangkan, mempunyai 150 kiai dan pengasuh serta 11 lembaga pendidikan formal. “Kami berterima kasih mendapat bimbingan dari Kemenag sehingga tahun ini 160 alumni diterima PTN favorit, serta 99,9 lulus Ujian Nasional,“ujar pengasuh PP Bahrul Ulum KH Hasib Wahab.
Kepercayaan dari pemerintah, jelasnya, bisa membuat dia dan para kiai lainnya berusaha mencetak lulusan handal pengabdi agama dan negara. Di usianya yang ke-187 tahun ini, PP Bahrul Ulum tercatat menghasilkan lulusan yang bergerak di berbagai lini. Diantaranya Bupati Tuban KH Fathul Huda, Ketua Komisi VIII DPR RI Ida Fauziyah dan beberapa nama lainnya. “Jadikan lembaga ini sebagai wadah silaturahim dan dakwah,“sebut Gus Hasib.
Pernyataan senada dilontarkan Ketua Umum Yayasan PP Bahrul Ulum KH Irfan Sholeh. Menurutnya, lulusan pesantren harus konsisten untuk mengedepankan kepentingan peningkatan kualitas pendidikan agama. Pasalnya, karakter bangsa salah satunya dicetak mulai dari pendidikan pesantren.(rep/indah)
0 komentar:
Posting Komentar